(Ulya Fajri Amriyeny, 110110120148)
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Sebagaimana yang kita ketahui, semakin hari semakin banyak saja hal-hal baru yang diciptakan oleh manusia, bahkan oleh orang-orang di sekitar kita. Semakin berkembang jaman, semakin bertambah pula hasil karya cipta yang ditemukan.
Perkembangan Teknologi di Indonesia semakin menunjukkan suatu perubahan yang cukup signifikan. Adanya intervensi modernisasi jelas membuktikan bahwa daya kreatifitas masyarakat Indonesia juga semakin berkembang dan semakin kompleks. Budaya – budaya bangsa tidak ditinggalkan begitu saja, melainkan menjadi sebuah kolaborasi berbagai budaya yang diaktualisasikan secara apik telah menjadikan bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki daya cipta akan para intelektualis berbakat dan berkualitas.
Pengembangan terhadap Hak Kekayaan Intelektual dilakukan sebagai bentuk penghargaan (karena membutuhkan waktu untuk menemukannya), sebagai bentuk penghormatan, serta sebagai perlindungan dari setiap pemikiran masyarakat yang dihasilkan. Perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual dianggap perlu karena adanya pemikiran bahwa daya rasa, cipta, dan karsa akan menghasilkan nilai ekonomi yang sangat tinggi. Apabila kurang instrumen hukum yang mengatur tentang Hak Kekayaan Intelektual ini, tentu dapat menyebabkan terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap Hak Kekayaan Intelektual yang berimplikasi pula pada stabilitas pembangunan nasional.
Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman seni dan budaya yang sangat kaya. Kekayaan seni dan budaya itu merupakan salah satu sumber dari karya intelektual yang dapat dan perlu dilindungi oleh Undang-undang. Dengan demikian, kekayaan seni dan budaya yang dilindungi itu dapat meningkatkan kesejahteraan tidak hanya bagi para penciptanya saja, tetapi juga bagi bangsa dan negara. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut masih perlu disempurnakan untuk memberi perlindungan bagi karya-karya intelektual di bidang Hak Cipta, termasuk upaya untuk memajukan perkembangan karya intelektual yang berasal dari keanekaragaman seni dan budaya tersebut di atas.
Dengan telah ditandatangani Persetujuan TRIPs (Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights) dan diratifikasinya konvensi-konvensi internasional di bidang hak cipta oleh pemerintah Indonesia, maka Indonesia memiliki komitmen untuk memberlakukan dan menerapkan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati dalam TRIPs maupun konvensi-konvensi di bidang hak cipta. Adapun persetujuan TRIPs mengindetifikasikan instrumen-instrumen Hak dan Kekayaan Intelektual dan mencoba mengaharmonisasikannya pada tingkat global menyangkut komponen : Hak Cipta (copy rights), Merk Dagang (Trademarks), Paten (Patent), Disain produk industri (industrial design), Indikasi geografi (geographical indication), disain tata letak (topography), sirkuit terpadu/lay-out disain (topography of integrated circuits), dan perlindungan informasi yang dirahasiakan (protection of undisclosed information).
- Pokok Bahasan
Pemilihan Umum 2014 merupakan momen pembelajaran penting mengenai insiatif publik dalam pemantauan dan inovasi teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Berbagai taktik diandalkan, misalnya saja, optimalisasi media sosial oleh Ayo Vote, agregasi data politik oleh Api Pemilu dan Jari Ungu, hingga pengembangan aplikasi-aplikasi baru untuk ponsel pintar oleh MataMassa. Contoh terakhir, MataMassa, memberikan catatan menarik tersendiri mengenai pemanfaatan teknologi dalam meningkatkan partisipasi warga.[1]
Dikembangkan oleh iLab dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), MataMassa memungkinkan warga biasa untuk melaporkan pelanggaran atau kecurangan PEMILU dengan menggunakan telepon seluler mereka. Pada PILEG 2014 lalu, Mata Massa menerima setidaknya 2,765 laporan (per 30 April) dan menyampaikan 1,796 dari 7,478 laporan yang diterima Bawaslu dalam PILEG 2014[2]
Ahmad Suwandi, anggota dewan penasihat iLab, menuturkan bahwa aplikasi tersebut diciptakan untuk menjawab permasalahan validasi dan verifikasi yang kerap menjadi hambatan dalam aktivitas pemantauan, terutama yang dimediasi oleh media sosial. Walau adopsi MataMassa masih terbatas untuk warga yang berdiam di wilayah urban, inovasi tersebut dan berbagai inisiatif yang bermunculan dari individu dan kelompok masyarakat sipil harus terus diupayakan demi mendukung realisasi Pemilihan Umum yang transparan dan akuntabel di masa mendatang.[3]
Dalam makalah ini, penulis akan membahas selentingan mengenai MataMassa yang amat populer dan sering didengar ketika masa Pemilu beberapa bulan yang lalu, dengan kaitannya dengan Hak Kekayaan Intelektual yang menjadi pembuka dan inti dari pembuatan makalah ini.
- Identifikasi Masalah
- Apa itu MataMassa?
- Apa kaitannya dengan Hak Cipta?
- Dan apa bentuk perlindungan HKI bagi aplikasi MataMassa ini?
- Tujuan Penulisan
- Mengetahui apa saja bentuk perlindungan HKI di Indonesia sesuai peraturan yang berlaku.
- Mengetahui apa perbedaan copyright dan copyleft.
- Mengetahui sekilas tentang MataMassa dan kaitannya dengan hak cipta.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
- Pengertian Hak Kekayaan Intelektual
Hak Kekayaan Intelektual merupakan bagian hukum yang berkaitan dengan perlindungan usaha-usaha kreatif dan investasi ekonomi dalam usaha kreatif. Berdasarkan Trade Related Aspect Of Intellectual Property Rights (TRIPs) yang merupakan perjanjian Hak-Hak Milik Intelektual berkaitan dengan perdagangan dalam Badan Perdagangan Dunia (WTO), Hak Kekayaan Intelektual ini meliputi copyrights (hak cipta), dan industrial property (paten, merek, desin industri, perlindungan integrated circuits, rahasia dagang dan indikasi geografis asal barang). Di antara hak-hak tersebut, hak cipta yang semula bernama hak pengarang (author rights) terbilang tua usianya. Pada pokoknya hak cipta bertujuan untuk melindungi karya kreatif yang dihasilkan oleh penulis, seniman, pengarang dan pemain musik, pengarang sandiwara, serta pembuat film dan piranti lunak (software).Secara substantif maka pengertian Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dapat dijabarkan sebagai berikut: Hak atas kekayaan yang timbul karena kemampuan intelektual manusia berupa ciptaan-ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni, sastra dan teknologi yang dihasilkan oleh manusia melalui kemampuan intelektualnya menggunakan daya, cipta, rasa dan karsanya.
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan padanan dari bahasa Inggris Intellectual Property Right. Dari kata “intelektual”, tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut adalah kecerdasan, daya pikir, atau produk pemikiran manusia (the Creations of the Human Mind)[4]
Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual secara Internasional dimulai dengan disetujuinya Paris Convention pada tahun 1883 di Brussels, yang mengalamai beberapa perubahan terakhir di Stockholm tahun 1979. Paris Convention ini mengatur mengenai perlindungan hak milik perindustrian.Tujuan dibentuknya Paris Convention adalah suatu uniform untuk melindungi hak – hak para penemu atas karya-karya cipta di bidang milik perindustrian.[5]
Hak Kekayaan Intelektual berbeda dengan hak milik/kekayaan nyata/real property karena hak Kekayaan Intelektual terjadi bukan karena satu ciptaan. Intelektual manusia berisikan:
- Daya cipta,
- Rasa,
Hal inilah yang membedakan HKI dengan real property.
Unsur – Unsur yang ada dalam Hak Kekayaan Intelektual :
- Hak (kepentingan seseorang yang dilindungi oleh Undang-Undang),
- Kekayaan (kepentingan yang bersifat immaterial),
- Dihasilkan karena kemampuan intelektual.
Hak Kekayaan Intelektual juga memiliki ciri khusus, dimana Hak Kekayaan Intelektual itu sendiri merupakan suatu bentuk kekayaan (yang bentuknya tidak berwujud/intangible) serta hak-hak yang melekat pada kekayaan intelektual sering tidak berdiri sendiri, melainkan ada suatu aspek lain yang turut menjunjung akan terbentuknya suatu kekayaan intelektual tersebut.
Hak Kekayaan Intelektual menimbulkan 3 macam konsepsi, diantaranya :
- Konsepsi kekayaan,
- Konsepsi hak,
- Konsepsi perlindungan hukum.
Hak Kekayaan Intelektual bersifat eksklusif tetapi tidak berarti bahwa Hak Kekayaan Intelektual merupakan wujud dari paham individualistik karena dengan diakuinya Hak Kekayaan Intelektual sebagai hak milik maka Hak Kekayaan Intelektual tidak bersifat individual karena hak milik itu bersifat sosial, yang mana jika masyarakat memerlukan maka boleh dilisensikan atau dialihkan kepada orang lain.
Dalam menjaga keseimbangan antara hak-hak dan kewajiban-kewajiban dikenal adanya justifiable compromise, yaitu perlu adanya keseimbangan, keselarasan, dan keserasian antara hak cipta seseorang yang perlu untuk dilindungan secara individual dengan kepentingan masyarakat luas atau fungsi sosialnya hak cipta[6], salah satu contohnya adalah diberikannya kelonggaran terhadap perbuatan-perbuatan tertentu (penggunaan yang layak/fair dealing) sebagai perbuatan-perbuatan yang tidak melanggar hak cipta
Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual :
- Undang-undang Nomor 7/1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO)
- Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
- Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta
- Undang-undang Nomor 14Tahun 1997 tentang Merek
- Keputusan Presiden RI No. 15 Tahun 1997 tentang Pengesahan Paris Convention for the Protection of Industrial Property dan Convention Establishing the World Intellectual Property Organization
- Keputusan Presiden RI No. 17 Tahun 1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty
- Keputusan Presiden RI No. 18Tahun 1997 tentang Pengesahan Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works
- Keputusan Presiden RI No. 19Tahun 1997 tentang Pengesahan WIPO Copyrights Treaty
- Hak Cipta
Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya. Termasuk ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni. Dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hak cipta pada dasarnya diberikan terhadap ciptaan dalam ruang lingkup bidang ilmu pengetahuan, kesenian, dan kesusasteraan. Hak cipta hanya diberikan secara eksklusif kepada pencipta, yaitu “seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi”.
Beberapa Konvensi Internasional yang mengatur tentang Hak Cipta :
- Konvensi Bern 1886 tentang Perlindungan Karya Sastra dan Seni
Konvensi ini memuat tiga prinsip dasar berupa sekumpulan ketentuan yang mengatur tentang standar minimum perlindungan hukum yang diberikan kepada pencipta dan juga memuat sekumpulan ketentuan yang berlaku khusus bagi negara – negara berkembang. Diantaranya :
- Prinsip national treatment
- Prinsip automatic protection
- Prinsip independence of protection
- Konvensi Hak Cipta Universal 1955
Konvensi ini pada intinya menetapkan ketentuan sebagai berikut :
- Adequate and efective protection
- National treatment
- Formalities
- Duration of protection
- Translation rights
- Jurisdiction of the International court of justice
- Bern safeguard clause
- Convention for the protection of performers, producers, of phonogram and broadcastion organization (Rome convention/Neighboring Convention) 1961.
- Convention for the Protection of producers of Phonogram against unauthorized duplication of their Phonogram (Geneva Convention) 1971.
- Agreement on Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights (TRIPs) 1994.
- WIPO Copyright Treaty (WCT) 200
- WIPO Performances and Phonogram Treaty (WPPT) 2002.
Dasar Hukum perlindungan hak cipta dalam hukum nasional adalah :
- Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
- PP Nomor 7 Tahun 1989 tentang Dewan Hak Cipta
- PP Nomor 1 Tahun 1989 tentang Penerjemahan dan/atau Perbanyakan Ciptaan untuk Kepentingan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, Penelitian dan Pengembangan
- KEPPRES Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pengesahan Berne Convention
- KEPPRES Nomor 19 Tahun 1997 tentang Pengesahan WIPO Copyrights Treaty
Hak cipta dibagi menjadi 2 aspek, yaitu :
- Hak ekonomi adalah hak yang dimiliki pencipta untuk memperoleh keuntungan ekonomi atas ciptaannya. Dapat dieksploitasi, dapat dialihkan jika pencipta tidak akan mengeksploitasi sendiri.Meliputi:
- Hak memperbanyak,
- Hak mengumumkan,
- Hak adaptasi, yaitu penyesuaian (misal terjemahan),
- Hak pertujukkan (misal pertunjukkan drama, dsb.).
- Hak moral adalah hak yang melindungi kepentingan pribadi atau reputasi pencipta. Tidak dapat dieksploitasi tidak dapat dialihkan oleh pencipta/melekat selamanya pada pencipta bak waktu hidup maupun setelah wafat. Meliputi:
- Hak untuk menuntut pemegang hak cipta supaya nama pencipta tetap dicantumkan pada ciptaannya,
- Hak untuk tidak dilakukan perubahan,
- Hak untuk mengadakan perubahan pada ciptaannya.
- Pada umumnya hak cipta bersifat eksklusif tetapi ada pengecualian yaitu bagi hak cipta yang bersifat public domain ataupun yang anonim.
Ada empat prinsip dalam sistem HKI untuk menyeimbangkan kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat, sebagai berikut, :[7]
- Prinsip Keadilan
- Prinsip Ekonomi
- Prinsip Kebudayaan
- Prinsip Sosial
Definisi mengenai Seputar Hak Cipta dalam Undang – Undang Hak Cipta 2014 antara lain sebagai berikut :
- Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.
- Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.
- Pemegang hak cipta adalah Pencipta sebagai pemilik Hak Cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah.
- Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta yang merupakan hak eksklusif bagi pelaku pertunjukan, producer fonogram, atau lembaga Penyiaran.
- Pelaku Pertunjukan adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menampilkan dan mempertunjukkan suatu Ciptaan.
- Produser Fonogram adalah orang atau badan hukum yang pertama kali merekam dan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perekaman suara atau perekaman bunyi, baik perekaman pertunjukan maupun perekaman suara atau bunyi lain.
- Lembaga Penyiaran adalah penyelenggara Penyiaran, baik lembaga Penyiaran publik, lembaga Penyiaran swasta, lembaga Penyiaran komunitas maupun lembaga Penyiaran berlangganan yang dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
- Program Komputer adalah seperangkat instruksi yang diekspresikan dalam bentuk bahasa, kode, skema, atau dalam bentuk apapun yang ditujukan agar komputer bekerja melakukan fungsi tertentu atau untuk mencapai hasil tertentu.
- Potret adalah karya fotografi dengan objek manusia.
- Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun baik elektronik atau non elektronik atau melakukan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.
- Penggandaan adalah proses, perbuatan, atau cara menggandakan satu salinan Ciptaan dan/atau fonogram atau lebih dengan cara dan dalam bentuk apapun, secara permanen atau sementara.
- Fiksasi adalah perekaman suara yang dapat didengar, perekaman gambar atau keduanya, yang dapat dilihat, didengar, digandakan, atau dikomunikasikan melalui perangkat apapun.
- Fonogram adalah Fiksasi suara pertunjukan atau suara lainnya, atau representasi suara, yang tidak termasuk bentuk Fiksasi yang tergabung dalam sinematografi atau Ciptaan audiovisual lainnya.
- Penyiaran adalah pentransmisian suatu Ciptaan atau produk Hak Terkait tanpa kabel sehingga dapat diterima oleh semua orang di lokasi yang jauh dari tempat transmisi berasal.
- Komunikasi kepada publik yang selanjutnya disebut Komunikasi adalah pentransmisian suatu Ciptaan, pertunjukan, atau Fonogram melalui kabel atau media lainnya selain Penyiaran sehingga dapat diterima oleh publik, termasuk penyediaan suatu Ciptaan, pertunjukan, atau Fonogram agar dapat diakses publik dari tempat dan waktu yang dipilihnya.
- Pendistribusian adalah penjualan, pengedaran, dan/atau penyebaran Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait.
- Kuasa adalah konsultan kekayaan intelektual, atau orang yang mendapat kuasa dari Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau pemilik Hak Terkait.
- Lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemilik Hak Terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas Ciptaannya atau produk Hak Terkait dengan syarat tertentu.
- Royalti adalah imbalan atas pemanfaatan Hak Ekonomi suatu Ciptaan atau Produk Hak Terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait.
- Lembaga Manajemen Kolektif adalah institusi yang berbentuk badan hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan/atau pemilik Hak Terkait guna mengelola hak ekonominya dalam bentuk menghimpun dan mendistribusikan royalti.
- Pembajakan adalah Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait secara tidak sah dan pendistribusian barang hasil penggandaan dimaksud secara luas untuk memperoleh keuntungan ekonomi.
- Penggunaan Secara Komersial adalah pemanfaatan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan ekonomi dari berbagai sumber atau berbayar.
- Ganti rugi adalah pembayaran sejumlah uang yang dibebankan kepada pelaku pelanggaran hak ekonomi Pencipta, Pemegang Hak Cipta dan/atau pemilik Hak Terkait berdasarkan putusan pengadilan perkara perdata atau pidana yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian yang diderita Pencipta, Pemegang Hak Cipta dan/atau pemilik Hak Terkait.
- Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
- Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
Pada dasarnya yang dilindungi Undang – Undang Hak Cipta 2014 adalah pencipta yang atas inspirasinya menghasilkan setiap karya dalam bentuk khas dan menunjukkan keasliannya di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Perlu ada keahlian intelektual pencipta untuk dapat menciptakan karya cipta yang dilindungi hak cipta. Ciptaan yang lahir harus mempunyai bentuk yang khas dan menunjukkan keaslian sebagai ciptaan seorang atas adasr kemampuan dan kreatifitasnya yang bersifat pribadi pencipta.
Dalam pasal 40 (1) Undang – Undang Hak Cipta 2002 menetapkan ciptaan – ciptaan apa saja yang dilindungi. Mencakup :
- buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya;
- ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;
- alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
- lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;
- drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
- karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;
- karya seni terapan;
- karya arsitektur;
- peta;
- karya seni batik atau seni motif lain;
- karya fotografi;
- Potret;
- karya sinematografi;
- terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;
- terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional;
- kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan Program Komputer maupun media lainnya;
q.kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli;
- permainan video; dan
- Program Komputer.
- Konten Hak Cipta dan Hak Terkait dalam Teknologi Informasi dan Komunikasi
Pasal 54 Undang-Undang Hak Cipta telah menjelaskan mengenai ini secara terperinci;
Untuk mencegah pelanggaran Hak Cipta dan Hak Terkait melalui sarana berbasis teknologi informasi, Pemerintah berwenang melakukan:
- pengawasan terhadap pembuatan dan penyebarluasan konten pelanggaran Hak Cipta dan Hak Terkait;
- kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak, baik dalam maupun luar negeri dalam pencegahan pembuatan dan penyebarluasan konten pelanggaran Hak Cipta dan Hak Terkait; dan
- pengawasan terhadap tindakan perekaman dengan menggunakan media apapun terhadap Ciptaan dan produk Hak Terkait di tempat pertunjukan.
BAB III
PEMBAHASAN
- MataMassa dan Kaitannya dengan Hak Cipta
Di dalam undang-undang hak cipta telah disebutkan bahwa “perlindungan suatu ciptaan timbul secara otomatis sejak ciptaan itu diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Pendaftaran ciptaan tidak merupakan suatu kewajiban untuk mendapatkan hak cipta. Namun demikian, pencipta maupun pemegang hak cipta yang mendaftarkan ciptaannya akan mendapatkan surat pendaftaran ciptaan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan tersebut.
MataMassa adalah aplikasi pemantauan pemilihan umum (pemilu) legislatif dan presiden 2014 di seluruh wilayah Indonesia dengan konsentrasi di tujuh kota yaitu; Jakarta, Aceh, Semarang, Surabaya, Makassar, Padang, Yogyakarta dan Ambon. Aplikasi MataMassa dapat diunduh di telepon selular berbasis iOS, Android, maupun BlackBerry. MataMassa juga hadir dalam bentuk Short Message Service (SMS) Gateway. Siapapun diperbolehkan mengunduh aplikasi MataMassa, dan dapat langsung melaporkan temuan pelanggaran pemilu di lapangan melalui aplikasi tersebut. Tim verifikator MataMassa akan menindaklanjuti temuan dan kemudian mengunggah laporan di situs MataMassa.org. Hasil seluruh laporan dari publik akan diunggah di situs MataMassa.org, siapapun dapat melihat laporan terkini. Dengan slogannya: “Yuk Awasi Pemilu Kita!”, MataMassa mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mengawasi jalannya pemilu 2014 – agar ajang demokrasi besar tersebut berjalan dengan bersih dan transparan. MataMassa adalah proyek bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan iLab.[8]
MataMassa ini dibuat dengan tujuan yang mulia. Bagi tim MataMassa, sebagai bagian dari warga negara Indonesia yang menjunjung demokrasi, pemilu adalah sebuah layatan besar bangsa Indonesia, mereka sangat bangga bisa ikut berpartisipasi di dalamnya.
MataMassa memang didesain untuk keterlibatan pelaporan masyarakat dalam pengawasan pemilu, di samping ingin memicu keterlibatan masyarakat dalam proses edukasi atau pembelajaran tentang pelanggaran pemilu sangat efektif sekali dengan system dan aplikasi matamassa ini, di mana masyarakat bisa semakin memahami proses pelanggaran yang terjadi pada pemilu, dan ternyata didapati bahwa pelanggaran pemilu di Indonesia memang sangat tinggi.
Adapun dalam pembentukannya, MataMassa ini adalah salah satu pengembangan dari Ushahidi[9], dimana tim MataMassa juga ikut mengembangkan system Ushahidi tersebut sebelumnya, tetapi system MataMassa sudah mengalami perombakan besar didalam core system Ushahidi. MataMassa sudah direncanakan satu tahun sebelum pemilu 2014, dan dikuatkan dengan riset Perludem yang di tuangkan dalam buku berjudul “Pelibatan dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengawasan Pemilu” Hal. 88 salah satu bentuk partipasi dan pengawasan pemilu dengan menggunakan teknologi untuk memudahkan pelapor yaitu masyarakat.
Dalam proses pembuatannya sendiri, tim pembuat MataMassa ini mengakui tidak ada begitu banyak kendala yang berarti. Tuturnya, kendala teknis tidak banyak bahkan hampir tidak ada karena sebelumnya tim Teknis MataMassa sudah pernah membuat system pelaporan pemantauan pemilu di Malaysia dan Kenya.
Lebih lanjut, saat ditanyakan mengenai proses hak cipta yang seharusnya mereka urus agar mendapatkan hak ekonomi serta moral yang layak, mereka menjawab bahwa mereka justru tidak pernah mendaftarkan MataMassa tersebut ke Dirjen HKI.
Untuk teknologi dan penyebaran pengetahuan, MataMassa menggunakan basis komunitas, sehingga untuk Hak Cipta, tim MataMassa ini menggunakan Creative Commons, suatu aturan hak cipta yang lebih mengacu pada copyleft bukan copyrights, dimana bisa di kembangkan oleh komunitas lain kemudian dikembangkan lagi sesuai kebutuhan tetapi mengikutkan atau mencantumkan pembuat sebelumnya.
Mereka menjelaskan bahwa mereka sama sekali tidak takut dicuri, jika komunitas ataupun pemerintah meminta teknologi ini, maka MataMassa akan memberikan secara cuma-cuma, itu sudah menjadi komitmen tim MataMassa yang menggunakan hak cipta copyleft yang disebut creative commons.
Copyleft pertama kali diperkenalkan oleh Richard M Stallman – seorang programmer yang bekerja untukMassachusets Institute of Technology (MIT) – pada akhir 1970. Kala itu, pekerjaan programming sangat kental dengan nuansa kerjasama, saling tukar source code dan saling memodifikasi program. Dalam dunia teknologi informasi ini pun, penggunaan copyleft berkembang dengan sangat pesat. Tidak hanya itu, beberapa produk copyleft telah mencapai keberhasilan yang cukup mencengangkan. Terdapat varian linux, web browser Mozilla firefox dan beberapa variannya serta server http dan apache yang telah merambah ke seluruh dunia, bahkan bagi beberapa kalangan menjadi kebutuhan wajib ketika menggunakan computer. Masyarakat tentu telah menyadari pentingnya kebebasan dalam penggunaan dan pemodifikasian perangkat lunak dan hasil karya teknologi informasi, tentu untuk perihal yang positif pula, yaitu kemudahan akses informasi.
Copyleft memanfaatkan aturan copyright (hak cipta), namun untuk tujuan yang bertolak belakang, bukan berarti untuk menjadi milik pribadi, namun agar perangkat lunak tetap bebas. Intinya, copyleft memberi izin untuk menjalankan program, melakukan penyalinan, modifikasi, serta mengedarkan hasil modifikasi tersebut tanpa menambahkan aturan penghalang kebebasan.
MataMassa ini pun murni ide dari tim pembuat MataMassa ini sendiri, jadi aplikasi ini tidak pernah sekali pun ada masalah dengan hukum yang mengatur mengenai Hak Kekayaan Intelektual.
Terakhir, salah satu tim pembuat MataMassa yang saya wawancarai, memberi komentar terkait Undang-Undang Hak Cipta yang baru, yakni: “Menurut saya jika suatu teknologi untuk penyebaran informasi dan ilmu pengetahuan sebaiknya tidak perlu menggunakan hak cipta copyrights tetapi menggunakan copyleft yang di sebut creative commons dengan semangat komunitas, bisa disunting atau disebarluaskan tetapi mengikutkan sumber aslinya”
BAB IV
PENUTUP
- Kesimpulan
Terkait dengan aplikasi MataMassa yang tidak ingin didaftarkan hak ciptanya oleh tim pembuatnya, diiringi pula dengan pengakuan mereka bahwa mereka menggunakan Creative Commons, yaitu aturan hak cipta yang mengacu pada copyleft, dan bukan copyights.
Copyleft tidak berambisi menjadikan suatu karya cipta sebagai milik pribadi, tetapi justru menginginkan agar karya cipta yang berbentuk perangkat lunak tersebut tetap bebas (free software). GNU yang menjadi referensi banyak penganut copyleft menjelaskan bahwa copyleft merupakan metode umum untuk membuat sebuah program menjadi perangkat lunak bebas, serta menjamin kebebasannya untuk semua modifikasi dan versi-versi pengembangan berikutnya.
Pada akhir dari pembahasan ini, dapat ditekankan hal-hal berikut: (1) Bahwa copyright adalah sebuah istilah hukum, sedangkan copyleft dan creative commons bukan, (2) Walaupun bukan istilah hukum, tetapi copyleft dan creative commons sesungguhnya adalah pelaksanaan dari hukum copyright, (3) Karena mereka adalah pelaksanaan dari hukum copyright, maka copyleft dan creative commons bukanlah istilah yang merujuk pada tindakan melawan hukum, seperti: pembajakan.
- Rekomendasi
Pada dasarnya, memang telah ada semacam a way of thinking yang seragam, yakni semua hal yang kita ciptakan harus selalu kita daftarkan agar kita bisa mendapatkan perlindungan yang sah secara hukum. Namun ternyata masih ada pihak-pihak yang merasa tidak perlu mendaftarkan ciptaan miliknya, entah itu karena sebuah karya tersebut bukan untuk komersil, atau untuk media pembelajaran bagi khalayak. Terkuak dengan adanya istilah copyrights, atau copyleft. Dengan kata lain, masih ada banyak pihak yang tidak ingin mendaftarkan sebuah karya (milik mereka) yang tujuannya adalah demi kepentingan umum. Dan pada akhirnya, tentu kita tidak bisa memaksakan apakah mereka seharusnya mendaftarkan hasil karya mereka atau kah tidak.
Mengutip kalimat terakhir dari tim pembuat MataMassa ketika diwawancara, “Menurut saya jika suatu teknologi untuk penyebaran informasi dan ilmu pengetahuan sebaiknya tidak perlu menggunakan hak cipta copyrights tetapi menggunakan copyleft yang di sebut creative commons dengan semangat komunitas, bisa disunting atau disebarluaskan tetapi mengikutkan sumber aslinya”
Daftar Pustaka
Rachmad Usman, Hukum atas Hak Kekayaan Intelektual, Perlindungan dan dimensi hukumnya di Indonesia, Alumni, Bandung, 2003
Asian Law Group, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Alumni, Bandung, 2011
Prof. Eddy Damian, S.H. Hukum Hak Cipta, Alumni, Bandung, 2009,
Yuliati, SOLUSI TERHADAP PELANGGARAN HAK CIPTA ATAS PROGRAM KOMPUTER(COMPUTER PROGRAMS) DI INDONESIA, Universitas Brawijaya, 2004.
WIPO
Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014
http://puskakomui.or.id/publikasi/infografik-inisiatif-pemantauan-matamassa.html
http://www.matamassa.org/page/index/3
Lampiran
[1] http://puskakomui.or.id/publikasi/infografik-inisiatif-pemantauan-matamassa.html diakses 01 Desember 2014, 20.35
[2] ibid
[3] ibid
[4] WIPO, 1988:3
[5] Rachmad Usman, Hukum atas Hak Kekayaan Intelektual, Perlindungan dan dimensi hukumnya di Indonesia, Alumni, Bandung, 2003, hlm 9
[6] Prof. Eddy Damian, S.H. Hukum Hak Cipta, Alumni, Bandung, 2009, hlm 33
[7] Asian Law Group, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Alumni, Bandung, 2011, hlm 90
[8] http://www.matamassa.org/page/index/3 diakses 01 Desember 2014, pukul 20.30
[9] “Ushahidi”, berarti “testimony” dalam bahasa Swahili, adalah sebuah situs web yang awalnya di kembangkan untuk memetakan laporan dari kekerasan di Kenya setelah pemilihan umum di awal tahun 2008. Sejak itu nama “Ushahidi” merepresentasikan orang yang berada di belakang “Ushahidi Platform”. Dasar dari organisasi Ushahidi dalah kerjasama dari para citizen journalis saat terjadi krisis. Situs web original digunakan memetakan kekerasan dan usaha perdamaian di seluruh negeri berdasarkan laporan yang di masukan melalui web dan handphone. Situs ini mempunyai pengguna 45.000 di Kenya, yang menjadi katalisator bagi para developer bahwa sebuah platform seperti ini sangat dibutuhkan, yang dapat digunakan oleh banyak bangsa lain di dunia.